EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianPortugueseJapaneseKoreanArabicChinese Simplified
translate add by : satriawan

Kolom Pencarian Apa saja ™

Ilmu Melodi – Budaya Musik Barat

Ditulis ulang oleh : Satriawan
Dikutip dari : Buku Ilmu Melodi (Karangan Dieter Mack)

Dalam teori musik Barat, bahkan dalam pengertian musik pada umumnya, tidak ada istilah lain yang lebih sering dipakai daripada “melodi”, sekalipun konotasinya sangat terbatas. Kenyataan ini tidak hanya terdapat di Indonesia saja, di seluruh dunia pengertian konvensional tentang istilah “melodi”, (khususnya yang berkaitan dengan musik Barat) amat membingungkan. Yang menarik juga adalah kenyataan bahwa jarang terdapat suatu buku ilmiah tentang “teori melodi” atau “estetika melodi”, baik oleh ahli teori musik maupun para pencipta.

Padahal, kalau kita berbincang-bincang dengan orang awam atau peminat musik, justru istilah ”melodi” cepat dikemukakan sebagai suatu kriteria utama dalam usaha mengukur kualitas suatu karya musik. Lalu, anggapan sebagai “melodi yang indah”, “melodi yang enak didengar”, “melodi yang bisa ditangkap cepat” mencerminkan kecenderungan bahwa musik kebanyakan diukur melalui rangsangan atau konotasi melodis saja (kalau kita, untuk sementara, mengabaikan berbagai aspek lain seperti misalnya ritme “march”).

Hal demikian sangat mengherankan, sebab dilihat dari sisi lain ini “cara mengatur waktu yang mengalir” yang lazimnya disebut “ritme” (yang bagaimanapun tetap terbatas), merupakan unsur musik dasar yang paling kuno (menurut ahli sejarah dan etnomusikologi ).
Lalu kenapa melodi hampir dianggap sebagai hakekat musik? Kenyataan ini sulit dijelaskan, sebab justru Dieter Mack berpendapat, bahwa bayangan konvensional tentang “melodi” sangat terbatas. Namun kalau kita memeriksa perkembangan sejarah musik di berbagai budaya dunia, timbul dugaan bahwa unsur “melodis” pertama-tama menyebabkan kesan “rasa” atau “seni musik”, sedangkan “ritme” lebih meliputi berbagai kesan fungsional (tanda-tanda, iringan tari, suasana ritual; bahkan kadang-kadang terdapat kesan primitive dalam arti negative, terutama di Eropa) sampai dengan ide-ide siklus “ritme kehidupan”. Kalau kita menelaah rumusan-rumusan musik zaman Yunani, estetika aturan-aturan tinggi nada memang selalu diutamakan (dulu masih berkaitan dengan istilah “harmoni” dan pengertian estetis, yaitu selaras, indah, halus, agung dan lain-lain).

Anehnya para komposer dari zaman ke zaman hampir belum pernah memperdulikan sungguh-sungguh masalah melodi, melainkan mereka menggarap jenis-jenis melodi yang bermacam-macam, sesuai dengan keinginannya dan estetika zaman mereka. Kalau kita mengamati dan mengsnalisa melodi-melodi tersebut, tampak bahwa :

a) Karakter dan peran sangat bervariasi sesuai dengan estetika masing-masing, fungsi, kebutuhan, bahkan aspek individual.

b) Unsur-unsur melodi kadang-kadang sama sekali tidak merupakan pola dasar salah satu jenis musik, khusunya kalau kita sekali mengingatkan kembali pengertian konvensional tadi.

Maka Dieter Mack mengajukan agar istilah ”melodi” sebagai salah satu pola dasar seni musik (terutama pada budaya musik Barat) diganti misalnya dengan istilah ”tingginada”, sedangkan jenis melodi selalu dapat dispesifikasikan.





Kembali Ke Daftar Artikel

print this page Print halaman ini